Selamat Datang di zona Jarikaki,
tempat semua serpihan, cuilan, cungkilan, sisa-sisa cerita sempat tertempel di jari-jari manisku !
part 1
Kukibas kedua kaki hingga semuanya berjatuhan, berserakan, cerita-cerita yang tanpa sengaja sempat tertempel disela-sela jarikakiku. Kuraup, kukumpulkan satu demi satu, lalu kususun kembali di situ.
Cuilan yang pertama jatuh, warnanya sudah memudar. Agak cokelat kekuningan, dengan retakan dan patahan disana-sini. Kurasa itu cuilan dari masa lalu. Waktu yang telah berusia hampir sama dengan umur kelahiranku. Kuraih pelan-pelan supaya tidak jatuh terpecah dan berderai. Itu warna masalalu, masa yang dulu sempat kuwarnai kadang dengan kelabu dan merah jingga. Ku amati sejenak, lalu kutempelkan lagi seperti bentuknya semula.
Cuilan yang kedua ikut jatuh kelantai, setelah kibasan kakiku yg tergesa. Warnanya hijau muda jenaka. Kurasa itu cerita dari kanak-kanak hingga ku beranjak agak sedikit dewasa. Ku sedikit tergelak saat membayangkan semua peristiwa itu. Tingkah laku dan semua kekonyolan itu. Bermain dengan teman, bercanda, tertawa gila, bahkan berkelakuan gila pula. Ah, sudah kenyang kuamati itu lalu kuraih cepat. Ku susun kembali warnanya agar tepat disamping kuning cokelat.
Kibasan yang ketiga sempat membuat cuilan seluruhnya berwarna terang. Warnanya itu seperti mentari menyusup mata yang tak berkedip menusuk jari-jari kakiku. Warnanya putih benderang menyilaukan bergeliat-geliat. Cuilan itu melompat-lompat hendak menerobos genggamanku. Kurasa itu cuilan asa dan harapan yang berlarian dan sempat kewalahan ku menangkapnya. Tapi sudah dapat ku raih dan langsung kutempelkan kembali sebelum Ia sempat ingin melarikan diri dari jari-jariku lagi.
Sisa cuilan terakhir tidak juga mau terlepas dan jatuh ketanah. Kukibaskan berkali-kali dan lagi, tetap juga tertempel di kaki. Apa itu, keinginan rasa untuk mengeletek dan merobeknya supaya cungkilan itu mau lepas dan bsia kulihat warna didalamnya sempat membuatku lelah setengah mati. Aku hanya ingin tau warnanya. Aku tak tahu itu apa. Kutarik napas dalam dan kutatap dengan sabar. Aku menyerah. Namun tiba-tiba cungkilan itu terlepas perlahan dari kulit kakiku dan jatuh ringan sedikit melayang-layang sebelum akhirnya sampai ke tanah. Oh, ternyata warnanya biru muda, atau mungkin merah muda, atau pink. Aku tak bisa dengan pasti menduga itu percampuran warna apa. Yang kutahu cungkilan itu begitu indah. Kubalikkan cungkilan itu dan tepat di bagian belakangnya terdapat wajah seorang wanita berusia setengah abad yang tersenyum bahagia. Kurasa itu ibuku. Kuamati lebih dalam lagi, dan ada sesuatu yang menggelitik benakku. Rambut wanita disitu panjang melebihi bahu, sedangkan seingatku ibu tak pernah membiarkan rambutnya panjang melebihi telinga. Aku tergugu dan lama terdiam. Ku jadi tak tahu siapa wanita itu, hanya ada perasaan nyaman dan bahagia disitu.
Senja hampir menyapa di pesisir pantai putih yang kususuri seharian ini. Burung liar bersahut-sahutan memanggil kawannya. Aliran air pantai disertai pasir berlarian menghampiri sebelum akhirnya menabrak sela-sela jari kaki. Helaian rambut yang panjang melebihi bahu tersambar-sambar angin, sang angin yang juga berlarian mengejar langkah-langkah kakiku.
...dan serpih-serpihannya pun ikut tersenyum berjalan bersama langkahku..
tempat semua serpihan, cuilan, cungkilan, sisa-sisa cerita sempat tertempel di jari-jari manisku !
part 1
Kukibas kedua kaki hingga semuanya berjatuhan, berserakan, cerita-cerita yang tanpa sengaja sempat tertempel disela-sela jarikakiku. Kuraup, kukumpulkan satu demi satu, lalu kususun kembali di situ.
Cuilan yang pertama jatuh, warnanya sudah memudar. Agak cokelat kekuningan, dengan retakan dan patahan disana-sini. Kurasa itu cuilan dari masa lalu. Waktu yang telah berusia hampir sama dengan umur kelahiranku. Kuraih pelan-pelan supaya tidak jatuh terpecah dan berderai. Itu warna masalalu, masa yang dulu sempat kuwarnai kadang dengan kelabu dan merah jingga. Ku amati sejenak, lalu kutempelkan lagi seperti bentuknya semula.
Cuilan yang kedua ikut jatuh kelantai, setelah kibasan kakiku yg tergesa. Warnanya hijau muda jenaka. Kurasa itu cerita dari kanak-kanak hingga ku beranjak agak sedikit dewasa. Ku sedikit tergelak saat membayangkan semua peristiwa itu. Tingkah laku dan semua kekonyolan itu. Bermain dengan teman, bercanda, tertawa gila, bahkan berkelakuan gila pula. Ah, sudah kenyang kuamati itu lalu kuraih cepat. Ku susun kembali warnanya agar tepat disamping kuning cokelat.
Kibasan yang ketiga sempat membuat cuilan seluruhnya berwarna terang. Warnanya itu seperti mentari menyusup mata yang tak berkedip menusuk jari-jari kakiku. Warnanya putih benderang menyilaukan bergeliat-geliat. Cuilan itu melompat-lompat hendak menerobos genggamanku. Kurasa itu cuilan asa dan harapan yang berlarian dan sempat kewalahan ku menangkapnya. Tapi sudah dapat ku raih dan langsung kutempelkan kembali sebelum Ia sempat ingin melarikan diri dari jari-jariku lagi.
Sisa cuilan terakhir tidak juga mau terlepas dan jatuh ketanah. Kukibaskan berkali-kali dan lagi, tetap juga tertempel di kaki. Apa itu, keinginan rasa untuk mengeletek dan merobeknya supaya cungkilan itu mau lepas dan bsia kulihat warna didalamnya sempat membuatku lelah setengah mati. Aku hanya ingin tau warnanya. Aku tak tahu itu apa. Kutarik napas dalam dan kutatap dengan sabar. Aku menyerah. Namun tiba-tiba cungkilan itu terlepas perlahan dari kulit kakiku dan jatuh ringan sedikit melayang-layang sebelum akhirnya sampai ke tanah. Oh, ternyata warnanya biru muda, atau mungkin merah muda, atau pink. Aku tak bisa dengan pasti menduga itu percampuran warna apa. Yang kutahu cungkilan itu begitu indah. Kubalikkan cungkilan itu dan tepat di bagian belakangnya terdapat wajah seorang wanita berusia setengah abad yang tersenyum bahagia. Kurasa itu ibuku. Kuamati lebih dalam lagi, dan ada sesuatu yang menggelitik benakku. Rambut wanita disitu panjang melebihi bahu, sedangkan seingatku ibu tak pernah membiarkan rambutnya panjang melebihi telinga. Aku tergugu dan lama terdiam. Ku jadi tak tahu siapa wanita itu, hanya ada perasaan nyaman dan bahagia disitu.
Senja hampir menyapa di pesisir pantai putih yang kususuri seharian ini. Burung liar bersahut-sahutan memanggil kawannya. Aliran air pantai disertai pasir berlarian menghampiri sebelum akhirnya menabrak sela-sela jari kaki. Helaian rambut yang panjang melebihi bahu tersambar-sambar angin, sang angin yang juga berlarian mengejar langkah-langkah kakiku.
...dan serpih-serpihannya pun ikut tersenyum berjalan bersama langkahku..
2 komentar:
selamat ya, blog nya penuh bahasa indah..
dolan donk ke blog saya juga:
kopidangdut.wordpress.com
Thanks kunjungannya, kopi. Iya, pasti saya akan berkunjung ke blog dangdut.
Posting Komentar