Rabu, 27 Juni 2007

6 Hari menjadi Vampir


Sudah 6 hari saya menjadi vampir. Teman-teman kantor saya hanya menggeleng-geleng kepala saja saat saya bilang spt itu. Walau ada yg berempati, terutama teman kantor yg perempuan (biasanya perempuan empatinya lbh besar). Kalau teman kantor yg laki-laki merespon saya cuma dengan tertawa dan tersenyum kecil saat saya bilang sudah 6 hari saya jadi vampir.Bahkan ada yg bilang, kenapa gak selamanya aja jadi vampir? jengkel sekali saya mendengarnya. Tapi saya diam saja. Bersabar. Karena jujur saya sudah tahu bakalan seperti apa rekasi mereka. Memang agak gokil, error, gila. Bukannya rasa empati yg saya dapat tapi malah rasa penghinaan (lah wong, mereka malah tertawa) dan sedih hati. Tapi sejujurnya saya berkata jujur. Sudah beberapa hari ini saya menjadi vampir.

Lebih tepatnya setelah saat peristiwa terbakarnya gardu listrik besar setiabudi yg menghubungkan semua jaringan listrik dan gardu-gardu kecil lainnya di daerah sekitar. Bagaimana tidak, Peristiwa itu menjadi berita besar di media elektronika dan koran. Ditambah lagi saat gardu listrik kecil di dekat tempat tinggal saya pun ikutan terbakar. Tepatnya meledak dari bawah tanah dan menghanguskan bangunan dan seluruh objek yg ada diatas permukaan tanahnya. Ada rasa deg-degan bercampur heran. Kok bisa-bisanya kabel listrik segede ular anakonda yg tertanam di bawah tanah ikut-ikutan terbakar dan menghancurkan toko diatasnya. Warteg, sebuah motor bebek dan gerobak buah adalah objek yg ada di atasnya. Lalu hasilnya, pasti anda sudah dapat menduganya. Hancur berantakan. Tak hanya itu, bahkan seluruh isi warteg alias warung tegal itupun berhamburan keluar. Gosipnya sampai di berita. Beritanya pun tersiar kemana-mana. Tempe, tahu goreng, ayam goreng, ikan goreng juga ikut beterbangan dan berhamburan keluar, jatuh menempel ke sana-sini. ironis? sedikit. Sesudahnya saya hanya bisa membayangkan dan teman sayapun sempat tertawa kecil saat membaca di berita ada ayam goreng terbang.:)

Yang menjadi tragis adalah saat diberitakan ada dua orang yg turut menjadi korban kemurkaan kabel anakonda itu. Itu tidak lain tidak bukan adalah penjual buah yg sering memangkalkan gerobak satu-satunya tepat di depan warteg naas itu. Ternyata buah-buahan yg biasanya tersusun rapi diatas gerobak itu ikut hangus menjadi berwarna abu-abu seluruhnya akibat tertutup debu dan abu dari kebakaran singkat. Malangnya lagi itu adalah buah semangka, pepaya dan nanas, buah-buahan yg selama ini menjadi buah favorit saya.

Saat kejadian kebakaran singkat itu, saya sedang ada di kamr mandi. Selama beberapa menit sebelum kemudian lampu mati dan ruang kecil berukuran 2 kali 2 itu menjadi gelap gulita. Yang terdengar hanya gemericik air dan saya yg sedang duduk manis. Tadinya saya kira ada teman saya yg jail mematikan lampu km. mandi. Saya cuek saja. Tapi setelah beberapa lama, kok tidak terdengar suara teman saya juga. Akhirnya saya memutuskan untuk keluar dengan handuk yg menutup seadanya, mencoba meraih tombol on off lampu. Klik..klik..tidak ada yg menyala. Akhirnya saya pasrah juga sembari terus melanjutkan aktivitas yg tertunda.

Saat-saat saya menjadi vampir pun telah tiba. Saat saya mengira mati lampu itu hanya memakan waktu sesaat, ternyata dugaan saya dan sejumlah (puluhan) orang di daerah itu salah besar. Kabel anakonda yg tebakar dan meledak itu telah membuat kehidupan saya dan hampir seluruh manusia yg hidup dan tinggal disekitar itu menjadi berubah total. Saya harus berlari, berkejar-kejaran dengan matahari untuk melakukan akitivitas hidup saya. Selebihnya kehidupan saya ibarat seorang vampir yang melakukan apapun dalam kegelapan. untungnya tidak untuk memangsa manusia lain. Tapi cukuplah untuk bisa dikatakan vampir, saat saya berkutat di dalam kamar untuk berganti baju, merapikan kamar, menyapu kamar (gak tahu apakah sudah bersih atau blm), memasukkan baju, melipat baju(tidak tahu lipatannya berbentuk spt apa), membaca buku (walau pakai lilin kecil/ bantuan senter), bahkan untuk menyisir rambut dan merias diripun selalu dalam kegelapan(walaupun akhirnya selalu celemongan/ bedak yg ketebelan). Semua terasa aneh, janggal. Kadang muncul ketakutan dan kepanikan saat mendadak muncul bayangan hitam besar di dinding kamar yg ternyata adalah bayangan saya sendiri. Atau juga kadang saya jadi membayangkan suster ngesot atau film horor lentera merah, jika kemana-mana membawa lilin atau lampu teplok kecil.

Hari-hari sayapun menjadi penuh dengan kegelapan. Pernah disatu hari sehabis pulang kantor, saya terlalu asik mengobrol dengan teman hingga lupa kalau sesaat lagi gelap datang dan sy tidak memiliki cadangan lilin. Akhirnya saya harus rela untuk mandi tanpa penerangan apapun, walaupun air masih menyala. Tapi untungnya saya masih tahu letak bagian2 tubuh mana yg harus dan yg tidak perlu untuk di bersihkan.:)Acara mandipun berubah menjadi acara mandi bebek. Masuk km. mandi, keluar lagi setelah bbrp menit. Betul-betul ritual mandi yg paling singkat!

Teman-teman sayapun sudah tidak heran kalau tiba-tiba ada suara tertawa, canda, gurauan tanpa terlihat siapapun dari luar karena mungkin saja itu saya sedang berbicara lwt telpon malam-malam dgn tmn sy di dalam kamar yg juga gelap. Sepertinya fobia gelap yg dlu sempat menghinggapi sayapun lambat laun hilang. Kalau dulu saya selalu panik saat mati lampu, kini saya justru merasa tidak ada bedanya antara malam hari dengan mati lampu. Bingung kan?. Intinya sekarang saya sudah terbiasa hidup di gelap-gelap, mungkin seperti tikus yg hidup di lorong gelap, atau seperti vampir yg berkelana sendirian di gelap malam. Asal jangan seperti kupu2 malam saja.:)Wah, kalo yg satu ini sy pasti keberatan!
Untungnya lagi pikiran saya pun tidak ikut-ikutan menjadi gelap, walaupun sempat saya terkena flu berat akibat tidur beramai-ramai di lantai saat hari I gelap melanda. Walaupun kemudian saya menjadi terbiasa dengan situasi ini, tapi sempat beberapa teman saya
mbuka kamar di hotel berbintang sekian saat hari pertama itu , yah tentu saja beramai-ramai spy iurannya bisa semakin kecil.

6 Hari (mungkin lebih) saya bisa menjadi vampir. Tergantung seberapa tahan saya menghadapi ini. Sempat saudara saya menelpon keheranan
kok bisa-bisanya saya bertahan di situ dengan situasi gelap selama berhari-hari. Alasan saya singkat saja, karena saya harus tetap masuk kantor. Situasi kantorpun tidak banyak berubah. Tadinya saya berharap kantor juga ikut mati lampu agar saya bisa libur panjang akibat accident ini. Eh, ternyata ada si genset yg slalu menjadi andalan gedung-gedung perkantoran di Jakarta. Jadinya, niatan saya untuk meliburkan diri menjadi sia-sia karena terbukti kantor saya selalu nyala terang benderang di pagi siang dan malam. Tidak ada alasan lagi untuk tidak masuk. Fiuuh...


3 komentar:

Anonim mengatakan...

Ahahaha.. Sama dong.. Yah..ambil aja hikmahnya, sekali-kali orang Jakarta juga perlu merasakan keindahan alam, melihat langit bertabur bintang, makan di kegelapan malam.. Aduh serasa di Cottage yang sengaja menawarkan keaslian alam deh! Sebenernya lebih asyik lagi kalo kita pasang rumah rumbia atau tenda sekalian..di depan rumah.. He..he..he.. Sori bukannya tidak berempati lho!! Kosan gw juga di Setiabudi.. Kemarin dulu numpang nginep di Cikini, trus hari berikutnya acara pindahan kos dari Setiabudi V Gang 1 Ke Gang 2... Pindah tapi sama2 gelap!! Uh makanya malam ini aku pulang ke Jogja...

Unknown mengatakan...

saya lihat berita di TV, orang-orang sudah mulai kesulitan air, soalnya pake pompa...

putritidur mengatakan...

ya begitulah.Kejadian kmrn betul2 buat sy agak panik juga. Untungnya sudah berlalu. Salam kenal rani!